MENGENANG. Hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini. Ya, aku masih
saja ingat dimana cinta pertamaku berasal, dari sebuah TK swasta.
“Hei, sini aku bantuin ya…” begitulah bibir merahnya berkata. Saat
itu hari pertamaku masuk sekolah, aku berlari mengejar teman-teman yang
mengajakku bermain di hari itu. Tiba-tiba saja saat aku berlari
“duukk..” terdengar suara yang membuatku menangis, aku terjatuh karena
kaki-ku tersangkut di saluran penutup got. Suara tangisku terisak-isak
sangat kencang, namun tak seorang pun perduli kecuali seorang lelaki
yang datang menghampiriku. matanya indah dan senyumnya… maniiis sekali,
mungkin aku takkan pernah melupakannya karena sejak itulah bunga di
hatiku bermekaran melalui pertemuan awal kisah cinta pertama-ku.
“gak usah.. aku kan udah gede” aku berkata sembari menangis dan mencoba
melepaskan kaki ku namun ternyata sungguh sulit untuk mengeluarkannya
dari saluran penutup.
“kamu masih kecil ternyata, buktinya Cuma ngeluarin kaki kamu yang kecil
aja gak bisa, sini aku bantu” ujar anak lelaki itu sambil sedikit
mengomel, tapi suaranya sangat halus dan senyumnya itu yang membuatku
berhenti menangis.
Setelah lelaki itu mengeluarkan kaki ku dari saluran got dia berkata,
“yuk kita masuk ke kelas, ini kan hari pertama kita masuk sekolah”
sambil mengiring ku ke dalam ruang kelas.
Namanya Ilyasa, lelaki pertama yang sudah meluluhkan hatiku di masa
kecil. Meski dulu aku belum tahu, namun kini aku baru sadar bahwa dialah
cinta pertama ku. Hari-hari kulalui bersamanya diiringin dengan tawa
candanya, namun itu semua tak selamanya! perpisahan lah yang mengubah
segalanya, ketika kami akan naik tingkatan lebih tinggi ke bangku
sekolah dasar kami sudah berjanji akan terus bersama-sama.
“eh, nanti kalau kamu sd, mau masuk kemana?” sahutnya pada jam istirahat saat kami makan bersama.
“hmm… aku mau bareng kamu aja” wajah polos ku berkata padanya.
“oke, kita janji ya harus barengan terus” giginya yang mungil mulai
nampak terlihat saat dia tersenyum. Indah sekali masih kubayangkan
hingga kini..
Janji itu tak terpenuhi, kenyataannya kami berpisah. Dia
meninggalkanku, orangtuanya berkata pada ibuku bahwa mereka akan
berpindah ke pulau seberang. Tak terduga tiba-tiba saja air mataku
berlinang semakin lama semakin deras.
“Hei, sudahlah jangan menangis, kalau kamu nangis nanti banjir loh”
ucapnya, menenangkanku. Namun aku masih saja terus menangis karena tak
rela ditinggalkannya beserta semua kenangan awal pertemuan kami yang
membawaku ke dalam kebahagiaan ini. “mah, boleh enggak ade meluk dia?
Cuma biar dia enggak kangen sama aku” lanjutnya sambil tertawa.
Setelah dia memelukku untuk terakhir kalinya kami bersama, aku menangis
di pelukan ibuku. Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi karena dahulu
aku masih kecil.
Perpisahan itu pun yang membawaku ke dalam angan-angan agar kami
suatu saat nanti bisa bertemu kembali, ya suatu saat nanti apabila tuhan
mengizinkan kami bersama-sama seperti waktu kita kecil dahulu, hanya
kenanganlah yang tersisa dan hanya mengenanglah yang ku bisa.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar